Minggu, 19 Mei 2013

Misteri Ilmu Leak di Bali (Selak/Selaq di Lombok)


Repost dari http://candrasedana.ngeblog.ittelkom.ac.id/2013/01/16/misteri-ilmu-leak-di-bali/

Leak merupakan suatu ilmu kuno yang diwariskan oleh leluhur Hindu di Bali. Pada zaman sekarang ini orang bertanya-tanya apa betul leak itu ada?, apa betul leak itu menyakiti? Secara umum leak itu tidak menyakiti, leak itu proses ilmu yang cukup bagus bagi yang berminat. Karena ilmu leak juga mempunyai etika-etika tersendiri.
Tidak gampang mempelajari ilmu leak. Dibutuhkan kemampuan yang prima untuk mempelajari ilmu leak. Di masyarakat sering kali leak dicap menyakiti bahkan bisa membunuh manusia, padahal tidak seperti itu.
Ilmu leak juga sama dengan ilmu yang lainnya yang terdapat dalam lontar-lontar kuno Bali.
Dulu ilmu leak tidak sembarangan orang mempelajari, karena ilmu leak merupakan ilmu yang cukup rahasia sebagai pertahanan serangan dari musuh.

Orang Bali Kuno yang mempelajari ilmu ini adalah para petinggi-petinggi raja disertai dengan bawahannya. Tujuannya untuk sebagai ilmu pertahanan dari musuh terutama serangan dari luar. Orang-orang yang mempelajari ilmu ini memilih tempat yang cukup rahasia, karena ilmu leak ini memang rahasia. Jadi tidak sembarangan orang yang mempelajari.
Namun zaman telah berubah otomatis ilmu ini juga mengalami perubahan sesuai dengan zamannya. Namun esensinya sama dalam penerapan. Yang jelas ilmu leak tidak menyakiti. Yang menyakiti itu ilmu teluh atau nerangjana, inilah ilmu yang bersifat negatif, khusus untuk menyakiti orang karena beberapa hal seperti balas dendam, iri hati, ingin lebih unggul, ilmu inilah yang disebut pengiwa.
Ilmu pengiwa inilah yang banyak berkembang di kalangan masyarakat seringkali dicap sebagai ilmu leak. Seperti yang dikatakan diatas leak itu memang ada sesuai dengan tingkatan ilmunya termasuk dengan endih leak. Endih leak ini biasanya muncul pada saat mereka lagi latihan atau lagi bercengkrama dengan leak lainnya baik sejenis maupun lawan jenis. Munculnya endih itu pada saat malam hari khususnya tengah malam.
Harinya pun hari tertentu tidak sembarangan orang menjalankan untuk melakukan ilmu tersebut.
Mengapa ditempat angker?
Ini sesuai dengan ilmu leak dimana orang yang mempelajari ilmu ini harus di tempat yang sepi, biasanya di kuburan atau di tempat sepi. Endih ini bisa berupa fisik atau jnananya (rohnya) sendiri, karena ilmu ini tidak bisa disamaratakan bagi yang mempelajarinya. Untuk yang baru-baru belajar, endih itu adalah lidahnya sendiri dengan menggunakan mantra atau dengan sarana.

Dalam menjalankan ilmu ini dibutuhkan sedikit upacara.
Sedangkan yang melalui jnananya (rohnya), pelaku menggunakan sukma atau intisari jiwa ilmu leak. Sehingga kelihatan seperti endih leak, padahal ia diam di rumahnya. Yang berjalan hanya jiwa atau suksma sendiri. Bentuk endih leak ini beraneka ragam sesuai dengan tingkatannya. Ada seperti bola, kurungan ayam, tergantung pakem (etika yang dipakai). Ilmu ini juga memegang etika yang harus dipatuhi oleh penganutnya.

Endih leak ini tidak sama dengan sinar penerangan lainnya, kalau endih leak ini biasanya tergantung dari yang melihatnya. Kalau yang pernah melihatnya, endih berjalan sesuai dengan arah mata angin, endih ini kelap-kelip tidak seperti penerangan lainnya hanya diam. Warnanya pun berbeda, kalau endih leak itu melebihi dari satu warna dan endih itu berjalan sedangkan penerangan biasanya warna satu dan diam.
Karena endih leak ini memiliki sifat gelombang elektromagnetik mempunyai daya magnet.
Ilmu leak tidak menyakiti.
Orang yang kebetulan melihatnya tidak perlu waswas.Bersikap sewajarnya saja. Kalau takut melihat, ucapkanlah nama nama Tuhan. Endih ini tidak menyebabkan panas. Dan endih tidak bisa dipakai untuk memasak karena sifatnya beda. Endih leak bersifat niskala, tidak bisa dijamah.

Leak Shoping di Kuburan
Pada dasarnya, ilmu leak adalah ilmu kerohanian yang bertujuan untuk mencari pencerahan lewat aksara suci. Dalam aksara Bali tidak ada yang disebut leak. Yang ada adalah “liya, ak” yang berarti lima aksara (memasukan dan mengeluarkan kekuatan aksara dalam tubuh melalui tata cara tertentu).

Lima aksara tersebut adalah Si, Wa, Ya, Na, Ma.
- Si adalah mencerminkan Tuhan
- Wa adalah anugrah
- Ya adalah jiwa
- Na adalah kekuatan yang menutupi kecerdasan
- Ma adalah egoisme yang membelenggu jiwa

Kekuatan aksara ini disebut panca gni (lima api). Manusia yang mempelajari kerohanian apa saja, apabila mencapai puncaknya dia pasti akan mengeluarkan cahaya (aura). Cahaya ini keluar melalui lima pintu indria tubuh yakni telinga, mata, mulut, ubun-ubun, serta kemaluan. Pada umumnya cahaya itu keluar lewat mata dan mulut. Sehingga apabila kita melihat orang di kuburan atau tempat sepi, api seolah-olah membakar rambut orang tersebut.
Pada prinsipnya, ilmu leak tidak mempelajari bagaimana cara menyakiti seseorang. Yang dipelajari adalah bagaimana mendapatkan sensasi ketika bermeditasi dalam perenungan aksara tersebut. Ketika sensasi itu datang, maka orang itu bisa jalan-jalan keluar tubuhnya melalui ngelekas atau ngerogo sukmo. Kata ngelekas artinya kontaksi batin agar badan astra kita bisa keluar. Ini pula alasannya orang ngeleak. Apabila sedang mempersiapkan puja batinnya disebut angeregep pengelekasan. Sampai di sini roh kita bisa jalan-jalan dalam bentuk cahaya yang umum disebut endih.
Bola cahaya melesat dengan cepat. Endih ini adalah bagian dari badan astral manusia (badan ini tidak dibatasi oleh ruang dan waktu). Di sini pelaku bisa menikmati keindahan malam dalam dimensi batin yang lain. Jangan salah, dalam dunia pengeleakan ada kode etiknya. Sebab tidak semua orang bisa melihat endih. Juga tidak sembarangan berani keluar dari tubuh kasar kalau tidak ada kepentingan mendesak.
Peraturan yang lain juga ada seperti tidak boleh masuk atau dekat dengan orang mati. Orang ngeleak hanya shoping-nya di kuburan (pemuwunan). Apabila ada mayat baru, anggota leak wajib datang ke kuburan untuk memberikan doa agar rohnya mendapat tempat yang baik sesuai karmanya.
Begini bunyi doa leak memberikan berkat : “ong, gni brahma anglebur panca maha butha, anglukat sarining merta. mulihankene kite ring betara guru, tumitis kita dadi manusia mahatama. ong rang sah, prete namah”. Sambil membawa kelapa gading untuk dipercikan sebagai tirta. Nah, di sinilah ada perbedaan pandangan bagi orang awam. Dikatakan bahwa leak ke kuburan memakan mayat, atau meningkatkan ilmu.
Kenapa harus di kuburan? Paham leak adalah apa pun status dirimu menjadi manusia, orang sakti, sarjana, kaya, miskin, akan berakhir di kuburan.
Tradisi sebagian orang di India tidak ada tempat tersuci selain di kuburan. Kenapa demikian? Di tempat inilah para roh berkumpul dalam pergolakan spirit. Di Bali kuburan dikatakan keramat, karena sering muncul hal-hal yang menyeramkan. Ini disebabkan karena kita jarang membuka lontar tatwaning ulun setra.
Sehingga kita tidak tahu sebenarnya kuburan adalah tempat yang paling baik untuk bermeditasi dan memberikan berkat doa. Sang Buda Kecapi, Mpu Kuturan, Gajah Mada, Diah Nateng Dirah, Mpu Bradah, semua mendapat pencerahan di kuburan.
Di Jawa tradisi ini disebut tirakat.
Leak juga mempunyai keterbatasan tergantung dari tingkatan rohani yang dipelajari. Ada tujuh tingkatan leak.

- Leak barak (brahma). Leak ini baru bisa mengeluarkan cahaya merah api.
- Leak bulan,
- leak pemamoran,
- leak bunga,
- leak sari,
- leak cemeng rangdu,
- leak siwa klakah. Leak siwa klakah inilah yang tertinggi. Sebab dari ketujuh cakranya mengeluarkan cahaya yang sesuai dengan kehendak batinnya.

Setiap tingkat mempunyai kekuatan tertentu. Di sinilah penganut leak sering kecele, ketika emosinya labil. Ilmu tersebut bisa membabi buta atau bumerang bagi dirinya sendiri. Hal inilah membuat rusaknya nama perguruan.
Sama halnya seperti pistol, salah pakai berbahaya. Makanya, kestabilan emosi sangat penting, dan disini sang guru sangat ketat sekali dalam memberikan pelajaran. Selama ini leak dijadikan kambing hitam sebagai biang ketakutan serta sumber penyakit, atau aji ugig bagi sebagian orang.
Padahal ada aliran yang memang spesial mempelajari ilmu hitam disebut penestian. Ilmu ini memang dirancang bagaimana membikin celaka, sakit, dengan kekuatan batin hitam. Ada pun caranya adalah dengan memancing kesalahan orang lain sehingga emosi. Setelah emosi barulah dia bereaksi.
Emosi itu dijadikan pukulan balik bagi penestian. Ajaran penestian menggunakan ajian-ajian tertentu, seperti aji gni salembang, aji dungkul, aji sirep, aji penangkeb, aji pengenduh, aji teluh teranjana. Ini disebut pengiwa (tangan kiri). Kenapa tangan kiri, sebab setiap menarik kekuatan selalu memasukan energi dari belahan badan kiri.
Pengiwa banyak menggunakan rajah-rajah (tulisan mistik). Juga pintar membuat sakit dari jarak jauh, dan dijamin tidak bisa dirontgent di lab. Yang paling canggih adalah cetik (racun mistik). Aliran ini bertentangan dengan pengeleakan. Apabila perang, beginilah bunyi mantranya, ong siwa gandu angimpus leak, siwa sumedang anundung leak, mapan aku mapawakan segara gni…bla…bla.
Ilmu Leak ini sampai saat ini masih berkembang karena pewarisnya masih ada, sebagai pelestarian budaya Hindu di Bali dan apabila ingin menyaksikan leak ngendih datanglah pada hari Kajeng Kliwon Enjitan di Kuburan pada saat tengah malam.

Selasa, 14 Mei 2013

Hidup..? apa itu.?


Setiap orang pasti memiliki kehidupan yang diimpikan masing-masing. Dengan minat dan hasrat yang berbeda, kita semua terus maju ke depan untuk menjalani kehidupan. Namun, masih ada orang yang masih bingung, mau kemana sih hidup kita? atau untuk apa hidup kita ini? Nah, kalo mau tahu, yuk kita pahamin perbedaan tujuan hidup dan makna hidup.

Benang Tipis antara Tujuan Hidup dengan Makna Hidup terletak dari kesungguhan niat untuk berbagi dengan sesama (sharing to the others). Secara umum manusia hampir dipastikan memiliki tujuan hidup yang hampir sama antara satu dengan lainnya, seperti; harta melimpah; rumah, sawah spread up every where in every location, deposito bejibun tidak habis 7 turunan, istri cantik full-pressed body yang patuh pada suami, anak yang sholih/sholihah, bekerja tidak bersusah payah tetapi besar gajinya dan lain-lain. Itulah alasan mengapa orang dengan mudah dan lugas akan menjawab ketika ditanyakan: “apa tujuan hidup saudara?”. Tetapi coba anda rubah pertanyaannya dengan format yang kurang lebih sama tapi kaya makna, seperti “apa makna hidup buat saudara?”, saya yakin jawaban yang diberikan tidak akan semudah ia menjawab pertanyaan “tujuan Hidup” seperti tersebut diatas.

Pertanyaannya mengapa begitu sulit menjawab pertanyaan “apa makna hidup buat anda?” dengan “apa tujuan hidup anda?”. Jawabannya terletak pada muatan nilai“value” antara tujuan hidup dan makna hidup, nilai kemaslahatan dan asas kemanfaatan yang hadir pada masyakarat dengan eksistensi, kehadiran diri kita yang mempribadi. Mudah saja bagi orang mencapai kejayaan dan mencapai kekayaan, walau harus diakui upaya yang dilakukan terkadang dicapai dengan langkah tertatih-tatih bahkan bisa jadi mereka mencari jalan tercepat mencapai kekayaan dengan melacurkan harga dirinya dengan tindakan manipulasi anggaran, rekayasa proyek, mark-up pengeluaran, menistakan harga diri dengan menjadi mafia anggaran, preman proposal dan calo proyek dari beraneka ragam kegiatan yang dialokasikan pusat untuk daerah.

Tapi coba Saudara pikir dan renungkan pertanyaan berikut; “mudahkan membuat membuat teman kita tersenyum?”, atau “mudahkah membuat si miskin tertawa-tawa bahagia ?”, atau “atau mudahkah kita sebagai pendidik membuat para siswa, mahasiswa, santri kita bebas menyuarakan aspirasi, hati nurani tanpa tertekan oleh status “penguasa” yang kita miliki? Tentu sangat berat jawabannya, disamping itu diperlukan kesabaran diri serta kemahiran mengesampingkan ego kita sebagai manusia yang seringkali menjelma menjadi sosok homo homini lupus.

Tujuan hidup kita, saya dan saudara, selalu, selalu dan selalu individualistik-minded !, pertanyaannya apakah mungkin kita mau merubah paradigma berpikir dari tujuan hidup ke makna hidup tentunya tanpa memalingkan diri sepenuhnya dari tujuan hidup kita yang sentralistik dan individualistik. Memang diperlukan sikap yang bijaksana untuk memahaminya dan salah satu yang menjadi kekuatan kita dalam mensikapi hidup adalah karena kita adalah pribadi yang “peduli” dengan orang lain.